Diduga Intimidasi Nasabah, Oknum Mantri BRI di Madiun Terancam Sanksi Pidana

BUSERJATIM GRUOP –

Madiun — Praktik yang mencederai integritas lembaga keuangan negara kembali mencuat di Kota Madiun. Seorang nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI), berinisial BI, warga Kelurahan Rejomulyo, mengaku menjadi korban intimidasi, pengancaman, hingga pemblokiran rekening secara sepihak oleh seorang oknum pegawai BRI bernama Mamik, yang diketahui menjabat sebagai mantri di Kantor Cabang Pembantu (KCP) BRI Jalan Diponegoro, Kota Madiun.

Bacaan Lainnya

Insiden tersebut terjadi pada Selasa pagi, 27 Mei 2025, ketika Mamik mendatangi rumah BI tanpa menunjukkan identitas resmi sebagai pegawai bank. Ia meminta BI menandatangani surat pernyataan pengembalian dana sebesar Rp4.850.000, yang diklaim sebagai hasil transfer salah alamat. Namun, menurut keterangan korban, pendekatan yang dilakukan disertai tekanan verbal dan nada mengancam, bahkan ancaman akan dilaporkan ke polisi jika tidak hadir ke kantor BRI.

> “Saya tidak pernah merasa menerima, apalagi menggunakan uang itu. Tapi saya diancam agar menandatangani surat itu dan diminta datang ke kantor. Bahkan rekening saya sudah diblokir tanpa pemberitahuan,” ujar BI saat diwawancarai.

Langgar UU Perbankan dan Berpotensi Pidana

Tindakan sepihak oleh oknum pegawai BRI ini diduga melanggar sejumlah peraturan perbankan dan hukum pidana, di antaranya:

1. UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Pasal 29 ayat (2) huruf b mewajibkan bank menjaga prinsip kehati-hatian dan menjamin keamanan dana serta informasi nasabah. Pemblokiran tanpa prosedur dan pemberitahuan jelas melanggar prinsip ini.

2. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 4 huruf a dan c menjamin kenyamanan dan perlindungan dari tindakan intimidatif.

Pasal 62 ayat (1): pelanggaran dapat dikenai pidana penjara 5 tahun atau denda Rp2 miliar.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 335 ayat (1): memaksa seseorang dengan ancaman kekerasan untuk melakukan sesuatu dapat dikenai pidana 1 tahun penjara.

Ketua RW dan LSM Desak Penegakan Hukum

Ketua RW setempat, Setiono, mengecam keras sikap intimidatif pegawai bank milik negara tersebut. Ia menilai tindakan itu mencoreng nama baik lembaga perbankan dan pelayanan publik.

> “Jangan sampai pegawai BRI bertindak seperti preman. Kami minta aparat hukum tidak tinggal diam. Warga kami kini merasa tertekan dan trauma,” ujarnya.

Dukungan kepada korban juga datang dari M. Nurhadi, Kepala Divisi Humas LSM GMBI Wilayah Teritorial Jawa Timur. Pihaknya menyatakan siap mengawal proses hukum dan mengajukan surat resmi ke manajemen BRI Cabang Madiun.

> “Jika tidak ada itikad baik dari BRI, kami akan menempuh jalur pidana berdasarkan surat kuasa dari korban,” tegas Nurhadi.

Pernyataan Kontradiktif antara Atasan dan Bawahan

Saat dikonfirmasi pada Senin, 2 Juni 2025, Beni, Manager Mikro BRI Cabang Madiun, mengakui kelalaian bawahannya. Ia berdalih bahwa ketidakhadiran ID Card disebabkan oleh kepadatan aktivitas akhir bulan. Ia juga tidak membantah adanya nada ancaman dari sang mantri.

> “Kami akan mendalami kasus ini dan menjatuhkan sanksi sesuai aturan internal,” jelasnya.

Namun, pernyataan tersebut bertolak belakang dengan pengakuan Mamik sendiri. Dalam wawancara terpisah, ia berdalih bahwa ID Card miliknya rusak dan sedang dalam proses penggantian oleh kantor pusat.

Cacat Etika dan Bahaya Penyalahgunaan Wewenang

Kasus ini menyoroti buruknya pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai bank di lapangan. Seorang mantri—yang seharusnya menjalankan fungsi pelayanan dan pemberdayaan ekonomi mikro—malah diduga bertindak sewenang-wenang, melanggar hukum, dan mengancam kepercayaan publik terhadap bank milik pemerintah.

Apabila unsur pengancaman, pemaksaan, dan pemblokiran tanpa dasar hukum terbukti secara sah dan meyakinkan, oknum tersebut berpotensi dipidana sesuai regulasi yang berlaku. Di saat masyarakat semakin bergantung pada layanan perbankan digital dan nontunai, perlindungan hukum terhadap nasabah serta akuntabilitas pegawai menjadi hal yang mutlak.

Redaksi masih berusaha menghubungi pihak OJK dan Ombudsman RI untuk tanggapan lebih lanjut terkait kasus ini.

(Bersambung)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *