A. Hudri Harisman

Majalengka, Grib.co.id – Sidang gugatan yang diajukan mantan Ketua PAC PDI-P Kecamatan Sumberjaya, juga mantan anggota DPRD Kabupaten Majalengka Ir. H.Hamzah Nasyah, terhadap Ketua DPC PDI-P Kabupaten Majalengka, memasuki sidang lanjutan kedua di Pengadilan Negeri (PN) Majalengka yang digelar Senin (05/05/2025).
Sidang yang digelar kali ini, yaitu pembacaan pembelaan dari pihak tergugat diantaranya ketua DPC, DPD dan DPP PDI-P serta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Majalengka.
Kuasa Hukum PDI-P Majalengka H. Indra Sudrajat, S.H., mengatakan bahwa dalam sidang tersebut Ia telah menyampaikan jawaban pembelaan eksepsi absolut dihadapan sidang gugatan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa eksepsi absolut itu, yaitu dimana pihak Pengadilan Negeri (PN) Majalengka tidak berwenang untuk mengadili perkara gugatan yang diajukan pihak penggugat, yaitu Hamzah Nasyah, karena dianggap perkara itu adalah kewenangan dari internal partai PDIP untuk menyelesaikannya.
Dikatakan Indra, menurut undang – undang partai politik, bahwa sengketa internal partai politik harus diselesaikan oleh internal partai politik itu sendiri dan bukan oleh pihak PN.
Dalam perkara pemecatan Hamzah Nasyah, sebagai kader PDI-P itu akibat sanksi pelanggaran berat yang diberikan partai PDI-P atas ulahnya sendiri yang indisipliner, tidak patuh terhadap partai, dengan mendukung paslon lain, bukan paslon yang di usung PDI-P dan PKS pada Pilkada 2024 Kabupaten Majalengka.
“Beliau mengajukan keberatan terhadap makhkamah partai, itu memakai kuasa Hukum, sedangkan secara aturan di seluruh partai politik, tidak hanya di PDI-P, begitu keberatan terhadap keputusan partai, tidak boleh menguasakan, harus dirinya langsung melakukan keberatan,” ungkap Indra.
Artinya, menurut Indra, penggugat tidak faham mekanisme di internal partainya sendiri yaitu PDI-P. Makanya hingga saat ini pengajuannya tidak di proses di Mahkamah partai.
“Kemudian menurut Undang-Undang partai penyelesaian di mahkamah partai, prosesnya 60 hari, memang kalau dihitung sejak pak Hamzah memasukan keberatan ke mahkamah partai, sampai Ia mengajukan gugatan (ke PN) kalau hari kalender, itu sudah lebih 60 hari, tapi kalau hari kerja itu baru 30 hari,” tegas Indra.
Dari sisi inipun, dikatakan Indra, bahwa penggugat lagi – lagi tidak faham, bahwa hitungan itu dihitung sejak kepaniteraan Mahkamah partai, meregistrasi keberatan penggugat.
Sehingga, keberatan penggugat tersebut pun tidak dapat diregistrasi, disebabkan karena penggugat dalam melakukan keberatan terhadap Mahkamah Partai melalui kuasa hukumnya.
“Tentunya, hari ini sesungguhnya, seharusnya ini masih ranahnya internal partai, dan ingat, mahkamah partai itu berbeda kewenangannya dengan komite etik dan disiplin, kalau mahkamah partai itu menyelesaikan masalah selisih hasil pileg, nah kalau komite etik dan disiplin itu mengadili orang yang melakukan tindakan indisipliner, tindakan yang tidak turut dan patuh terhadap keputusan partai,” tegas Indra lagi.
Faktanya, menurut Indra, penggugat melakukan tindakan indisipliner dan tidak turut dan patuh terhadap keputusan partai, sehingga panggugat seharusnya melakukan keberatan itu kepada komite etik dan disiplin partai, bukan kepada mahkamah partai.
“Jadi Kami tadi dalam jawaban di sidang mendalilkan bahwa, Pengadilan Negeri Majalengka tidak berwenang untuk mengadili perkara yang diajukan oleh pak Hamzah,” pungkasnya.***