Matamaja Group || Kuningan – Dalam rilis tertulis media Edukadinews.com yang diterima redaksi, Dugaan penyimpangan dalam proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2023 untuk pembangunan 1.300 unit septitank di Kabupaten Kuningan semakin menjadi sorotan publik. Meskipun telah dilaporkan secara resmi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat melalui Surat Laporan Pengaduan Nomor: 106/EN/LAPDU/III/2025, dan telah didisposisikan ke Kejaksaan Negeri Kuningan pada 7 Mei 2025
Proyek Bernilai Rp10 Miliar, Tapi Diduga Sarat Kejanggalan
Proyek yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUTR) Kabupaten Kuningan ini menggunakan pola Swakelola Tipe IV dan melibatkan 21 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Dana sebesar Rp10.076.302.000 bersumber dari DAK untuk penanganan stunting melalui pembangunan septitank tersebar di sejumlah wilayah Kuningan. Namun, hasil investigasi Media Edukadi News menemukan sejumlah kejanggalan, Biaya standar yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp7 juta per unit, namun menurut pengakuan sejumlah Ketua KSM, biaya riil di lapangan hanya sekitar Rp5 juta per unit. Artinya ada selisih Rp2 juta per unit, atau total indikasi kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar. Meskipun dana dicairkan langsung dari Kementerian ke rekening KSM, penggunaan dana justru dikendalikan oleh pendamping/pengawas proyek, bukan oleh KSM itu sendiri. Ketua KSM hanya bertanggung jawab membayar tenaga kerja sebesar Rp300.000 per unit.
Mekanisme Swakelola Diduga Disalahgunakan
Kondisi ini diduga kuat melanggar prinsip dasar Swakelola Tipe IV, di mana KSM seharusnya memiliki kendali penuh dalam pelaksanaan kegiatan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pihak pendamping yang justru menentukan pemasok material dan mengarahkan seluruh pelaksanaan proyek. Beberapa Ketua KSM bahkan menyebut bahwa mereka hanya menjalankan perintah dan wajib melaporkan progres ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di DPUTR. Indikasi pengondisian proyek sejak awal sangat kuat.
DPUTR Bungkam, Pejabat Blokir Komunikasi
Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh Media Edukadi News kepada pejabat DPUTR Kuningan justru berakhir dengan pemblokiran nomor WhatsApp. Kepala Dinas (Ir. I Putu Bagiasna, MT), Kepala Bidang (Andri), serta Kepala Seksi Air Bersih (Nur) sama-sama tidak merespons pertanyaan konfirmasi. Sikap tertutup ini justru memperkuat dugaan adanya upaya pengaburan informasi publik. Ketika transparansi ditutup, maka patut dicurigai adanya pelanggaran serius dalam pengelolaan proyek.
Pimpinan Umum / Redaksi Edukadi NEWS menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. “Laporan kami sudah masuk ke Kejati Jabar dan didisposisikan ke Kejari Kuningan sejak 7 Mei 2025, tapi sampai hari ini tidak ada pergerakan. Ini proyek besar dengan potensi kerugian miliaran rupiah. Kejari Kuningan harus menjelaskan ke publik, apa yang mereka tunggu?” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Ombudsman RI, BPK, dan akan terus menekan aparat penegak hukum agar transparansi dan akuntabilitas penggunaan DAK ini bisa ditegakkan. Media Edukadi News akan kembali melayangkan laporan tambahan kepada Kejati Jabar dan Kejaksaan Agung, serta mempertimbangkan membawa kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)