GRIB.CO.ID –
Ngawi – Polemik mencuat terkait dana bagi hasil produksi kayu sebesar Rp300 juta dari Perhutani KPH Ngawi kepada 21 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Kabupaten Ngawi. Informasi resmi pernah diberitakan bahwa dana tersebut telah diserahkan pada Rabu (9/1/2019), namun fakta di lapangan menyebutkan ada perbedaan pengakuan dari beberapa pihak penerima.
Dalam berita yang sempat dipublikasikan di laman kampoengngawi.com, dana tersebut secara simbolis diserahkan oleh Administratur Perhutani KPH Ngawi, Heru Dwi Kurnawanto, kepada tiga perwakilan LMDH: Wagimum dari LMDH Yasa Wana Lestari (Karanggeneng, Karanganyar), Aji Sukirno dari LMDH Sumber Makmur (Banyubiru, Widodaren), dan Remin dari LMDH Sidomakmur (Patalan, Kendal).
Namun, fakta terbaru justru menunjukkan adanya perbedaan pernyataan dari para tokoh LMDH tersebut.
Saat dikonfirmasi, Wagimum membenarkan bahwa dirinya telah menerima dana sebesar Rp100 juta. Ia menjelaskan, dana tersebut kini tersisa sekitar Rp60 juta, setelah digunakan untuk operasional sebesar Rp40 juta.
Berbeda dengan Wagimum, Aji Sukirno dari LMDH Sumber Makmur menyatakan belum menerima dana sepeser pun. Hal yang sama juga ditegaskan oleh Remin dari LMDH Sidomakmur, yang menyebutkan bahwa belum ada dana yang diterima hingga saat ini.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar: Benarkah dana Rp300 juta telah disalurkan sepenuhnya? Siapa yang bertanggung jawab atas transparansi penyaluran tersebut?
Aturan dan Regulasi Terkait Dana Sharing LMDH:
Penyaluran dana sharing kepada LMDH diatur dalam sejumlah peraturan, antara lain:
1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial:
Pasal 1 ayat (3): LMDH merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa sekitar hutan untuk mengelola hutan bersama Perhutani.
Pasal 40–41 mengatur pembagian hasil usaha antara Perhutani dan LMDH, termasuk tata cara, transparansi, dan tanggung jawab pengelolaan dana.
2. SK Direksi Perum Perhutani No. 43/KPTS/Dir/2008 tentang Tata Cara Bagi Hasil Produksi antara Perhutani dan LMDH:
Skema bagi hasil biasanya sebesar 25%-35% dari keuntungan bersih produksi hasil hutan.
Dana dibagikan kepada LMDH sesuai rencana kerja, dengan pertanggungjawaban penggunaan dana wajib dilaporkan secara tertulis.
Tuntutan Transparansi
Munculnya perbedaan pengakuan antara Wagimum dan dua tokoh LMDH lainnya memperkuat dorongan agar Perhutani KPH Ngawi segera memberikan klarifikasi terbuka. Masyarakat meminta transparansi laporan keuangan, termasuk rincian:
Waktu pencairan dana
Jumlah yang diterima oleh masing-masing LMDH
Penggunaan dana operasional
Laporan pertanggung jawaban yang diaudit
Selain itu, di tengah maraknya hoaks yang beredar di media sosial terkait “penerimaan fiktif” oleh beberapa LMDH, perlu ada tindakan klarifikasi resmi agar tidak menimbulkan fitnah atau konflik antar lembaga masyarakat.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Perhutani KPH Ngawi belum memberikan tanggapan resmi terkait perbedaan pengakuan ini. Masyarakat berharap institusi terkait seperti Inspektorat, Kejaksaan, dan Dinas Kehutanan turun tangan untuk mengaudit penyaluran dana bagi hasil tersebut secara menyeluruh.
tim : bersambung